Dr. Nashrullah Muhammad Atha, Lc, M.H.I |
Kesamaan gerakan dalam shalat berjamaah memiliki urgensi yang besar, terutama dalam sebuah lembaga pendidikan Islam. Shalat berjamaah bukan hanya bentuk ibadah yang menekankan kekhusyukan, tetapi juga cerminan kesatuan umat dan kepatuhan kepada aturan yang telah ditetapkan oleh syariat. Dalam konteks lembaga pendidikan, kesamaan gerakan ini menjadi salah satu sarana untuk mendidik kedisiplinan, kebersamaan, dan rasa hormat terhadap sunnah Rasulullah ﷺ.
Dengan gerakan yang seragam, para siswa dilatih untuk
memperhatikan detail aturan fikih yang dipegang oleh madzhab yang dianut,
seperti madzhab Imam Syafi'i. Ini juga menjadi simbol persatuan yang memupuk
semangat kolektif dan mendorong kesadaran akan pentingnya hidup dalam tatanan
yang teratur. Sebagai lembaga pendidikan yang bertujuan membentuk karakter
Islami, memastikan keseragaman gerakan dalam shalat berjamaah adalah bagian
integral dari pembinaan akhlak dan pemahaman keislaman siswa secara menyeluruh.
Pada tanggal 16 November 2024 Yayasan Al Futuwwah Kandangan yang membawahi beberapa unit pendidikan dari TKIT Qurrata `Ayun, SDIT Qurrata `Ayun, SMPIT dan SMAIT Qurrata `Ayun berada di Kabupaten Hulu Sengai Selatan Kandangan mengadakan MABIT (Malam Bina Insan & Taqwa) yang dihadiri oleh semua tenaga pendidik dan kependidikan semua unit bersama Pembina Yasasan dan Ketua Yayasan mengundang Dr. Nashrullah Muhammad Atha, Lc, M.H.I untuk menyampaikan materi urgensi keserasian gerakan shalat berjamaah. Sebagai lembaga pendidikan Islam yang mengajarkan kepada siswa tentang pentingnya shalat berjamaah tentunya mengharuskan adanya kesamaan perspektif dalam gerakan shalat yang akan diajarkan kepada para siswa.
Diawal materinya Ustadz
menjelaskan tentang penting kolektifitas gerakan shalat walau harus berbeda dengan
apa yang dipraktekan secara pribadi. Realitas ini yang telah divisualisasikan
para ulama klasik dulu. Imam Syafi`i meninggal qunut sebagai satu sunnat ab`ad
yang harus diganti dengan sujud sahwi disaat beliau memimpin shalat subuh
berjamaah dimesjid dimana bermakam Imam Abu Hanafi karena menghormati dan
menghargai sang Imam. Hal yang sama juga dilakukan antara Buya Hamka dan KH.
Idham Khalid.
Selanjutnya Ustadz Nashrullah
menjelaskan tentang pentingnya pengaturan dan kerapian shaf shalat yang
terkadang sebagai masyarakat kurang peduli dan abai sehingga terkadang antara
shaf masih ada jarak. Di samping itu terkadang sering terjadi shaf pertama
masih ada yang kosong, akan tetapi jamaah lebih memilih shaf yang ada
dibelakang sehingga status shalatnya menjadi makruh. Dari sinilah pentingnya
kolektifitas pemahaman tentang shaf bagi tenaga pendidik dan kependidikan
lembaga pendidikan Islam.
0 Komentar